21 April 2009

TENTANG PEMILU DI JALAKSANA


Pada Pemilu Legislatif 2009 ini secara umum memang sangat berbeda dengan pemilu sebelumnya, pasalnya tatacara pemilihannyapun sangat berbeda dari pencoblosan menjadi pencontrengan. Hal ini saja cukup membuat masyarakat jadi bingung, ditambah lagi jumlah partai yang dirasa terlalu banyak dan Calegnya yang seabreg. Tentu masyarakat menjadi lebih bingung.Jika dilihat dari kertas suara yang begitu besar serta tulisan yang sangat kecil, ini sangat menyulitkan masyarakat terutama yang sudah memiliki kekurangan penglihatan atau buta huruf.
Di Kecamatan Jalaksana secara umum pemilu ini dinilai cukup lancar. Meskipun tatacara pemilihan yang relatif sulit, ternyata partisipasi pemilih mencapai 71%. Dari pemilih yang terdaftar dalam DPT sebanyak 32.227 orang, yang menggunakan hak pilihnya ada sebanyak 22.891 orang. Itu terbukti bahwa kepedulian masyarakat terhadap masa depan Bangsa dan Negara ini masih cukup bagus. Mudah mudahan hal ini menjadi pemacu bagi para Anggota legislatif yang baru dapat kusri untuk menjalankan amanat rakyat dengan baik. Semoga...
pedro_baina@yahoo.co.id

GELIAT PETANI IKAN LELE



Komunitas Petani Lele di Kabupaten Kuningan kini sudah dapat perhatian dari banyak pihak, terbukti dengan meningkatnya pesanan baik dari dalam maupun luar Kuningan. Ini menjadi salah satu kebanggaan sekaligus tantangan bagi anggota kelompok khususnya yang tergabung dalam organisasi JKMPP.
Menjadi kebanggaan karena setelah bersusah payah untuk memasyarakatkan ikan lele kini sudah mulai kelihatan hasilnya. Dan menjadi tantangan karena mengingat pesanan yang begitu banyak, sedangkan tingkat kemampuan produksi masih belum sepadan sehingga mereka sering mengalami kesulitan darimana harus mendatangkan barang (ikan) untuk pesanan tersebut.
Yang menjadi kendala di kelompok adalah tingkat kematian yang sulit ditekan, juga harga pakan buatan (pellet) yang harganya cukup mahal sehingga jika dikalkulasikan kadang petani mengalami kerugian. Misalnya Pa Uri, adalah salah satu petani Ikan Lele di daerah Kuningan kota. Ia menanam lele sebanyak 1 kwintal atau sekitar 2500 ekor. Ia membeli ikan sangkal untuk dibesarkan tersebut dengan harga Rp 15.000,-/Kg. ketika sudah 40 hari ia jual semua ikan-ikannya, setelah ditimbang hanya berbobot kurang dari 1 Kwintal. Penurunan bobot tersebut terjadi karena kematian yang cukup besar. Ia juga selama pemeliharaan telah menghabiskan pakan sekitar 2 Kwintal lebih yang harganya sekitar Rp. 5.000,-/Kg. tentu ini adalah sebuah kerugian buat Pa Uri.

Dari pengalaman tersebut kami ingin mensiasati dari faktor pakan, kami akan mencoba membuat pakan sendiri atau membuat pelet sendiri dengan bahan-bahan yang murah namun memiliki kadar protein tinggi. Buat teman-teman yang memiliki ilmu tentang pembuatan pakan untuk ikan lele kami tunggu postingannya. Terima kasih.
Pedro_baina@yahoo.co.id

03 April 2009

ECENG GONDOK PEMBERSIH POLUTAN LOGAM BERAT


Harian Kompas memberitakan, Sungai Citarum serta Waduk Saguling dan Cirata di Kabupaten Bandung tercemar logam berat. Dalam daging ikan mas dan nila yang hidup di waduk tersebut ditemukan kandungan merkuri (Hg), tembaga (Cu), dan seng (Zn) dengan kadar yang cukup membahayakan. Logam berat itu diketahui terkonsentrasi di perut, lemak, dan daging ikan.
Temuan ini diikuti dengan imbauan agar masyarakat berhati-hati mengonsumsi ikan air tawar. Maklumlah, akumulasi logam berat di tubuh manusia, dalam jangka panjang, dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan, seperti penyakit minamata, bibir sumbing, kerusakan susunan saraf, dan cacat pada bayi. Aparat terkait mengaku bahwa mereka telah berupaya untuk mencegah pencemaran tersebut dengan berbagai cara. Secara garis besar sebenarnya ada dua cara yang bisa dilakukan untuk mencegah dan mengatasi pencemaran perairan oleh logam berat, yaitu cara kimia dan biologi.
Cara kimia, antara lain dengan reaksi chelating, yaitu memberikan senyawa asam yang bisa mengikat logam berat sehingga terbentuk garam dan mengendap. Namun, cara ini mahal dan logam berat masih tetap berada di waduk meski dalam keadaan terikat. UNTUNGLAH ada penanggulangan secara biologi yang bisa menjadi alternatif terhadap mahalnya penanggulangan dengan cara kimia. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan eceng gondok (Eichornia crassipes).
Eceng gondok selama ini lebih dikenal sebagai tanaman gulma alias hama. Padahal, eceng gondok sebenarnya punya kemampuan menyerap logam berat. Kemampuan ini telah diteliti di laboratorium Biokimia, Institut Pertanian Bogor, dengan hasil yang sangat luar biasa.
Penelitian daya serap eceng gondok dilakukan terhadap besi (Fe) tahun 1999 dan timbal. Eceng gondok terbukti mampu menurunkan kadar polutan Pb dan Fe. Oleh karena itu, diyakini eceng gondok juga mampu menurunkan kadar polutan Hg, Zn, dan Cu yang mencemari Waduk Saguling dan Cirata. Sebab, secara struktur kimia, atom Hg, Zn, dan Cu termasuk dalam golongan logam berat bersama Pb dan Fe.
SELAIN dapat menyerap logam berat, eceng gondok dilaporkan juga mampu menyerap residu pestisida, contohnya residu 2.4-D dan paraquat. Dari hasil penelitian-penelitian itu dapat disimpulkan ternyata eceng gondok tidaklah sia-sia dicipta oleh Tuhan Yang Maha Esa, apalagi sebagai pengganggu manusia. Eceng gondok dapat dinyatakan sebagai pembersih alami perairan waduk atau danau terhadap polutan, baik logam berat maupun pestisida atau yang lain.
MEMANG dilaporkan eceng gondok dapat tumbuh sangat cepat pada danau maupun waduk sehingga dalam waktu yang singkat dapat mengurangi oksigen perairan, mengurangi fitoplankton dan zooplankton serta menyerap air sehingga terjadi proses pendangkalan, bahkan dapat menghambat kapal yang berlayar pada waduk. Namun, apa arti sebuah danau yang bersih dari eceng gondok jika ternyata air dan ikan yang ada di dalamnya tercemari polutan? Bahkan, bila suatu danau polutan sangat tinggi dan tidak ada tanaman yang menyerapnya, pencemaran dapat merembes ke air sumur dan air tanah di sekitar danau.

Pedro_baina@yahoo.co.id


Blogspot Templates by Isnaini Dot Com and Wedding Bands. Powered by Blogger