25 Juli 2008

PETANI MEMBACA PELUANG

Seminggu yang lalu keponakan Saya yang tinggal di Jakarta datang, ia mengisi liburan semester genapnya dengan berlibur dirumah Kakek yang termasuk ayah Saya. Suatu pagi ia menanyakan kepada saya, kenapa pepaya dan sirsak yang matang dipohon tidak dipungut, malah jadi santapan Kelelawar dan Codot dimalam hari. Awalnya saya biasa aja dengan pertanyaan itu, nampaknya tidak ada yang istimewa. Namun ketika dihubungkan dengan potensi dan ekonomi, saya mulai serius, menebak apa yang terjadi dengan pepaya dan sirsak.
Di kota, kata dia ''pepaya matang harganya Rp.2.500/kg dan sirsak Rp. 4.000/kg. Kenapa di sini dimubazirkan, apa gak bisa dijual? Duh.... bukan ngak mau dijual, tapi ngak ada yang mau beli. Padahal tidak semua orang memiliki pepaya dan sirsak. Tapi kenapa ngak laku juga dijual''.
Besoknya kami jalan-jalan diladang, melewati kebun orang yang penuh pepaya mungkin ada luasnya 200 bata (0.03 ha) yang ditanami seluruhnya pohon pepaya, sudah tinggi dan berbuah. Sebelum keponakan saya ngomong,
saya bicara duluan “ saya hanya punya 2 pohon pepaya dan sirsak susah menjual buahnya agar bisa jadi duit, tapi kenapa ada orang yang menanam banyak sekali, kalau hanya untuk dimakan sendiri, tidak mungkin, pastilah untuk dijual atau tepatnya dijadikan usaha perkebunan”. Orang itu sudah mencoba untuk maju mengusahakan pepaya sebagi usaha pertanian yang menopang pendapatan keluarga. Bagaimana dengan saya, tetangga saya, kerabat saya...... dan yang lainya. Mereka mempuyai potensi pengembangan lahan kearah yang lebih baik untuk penghasilan keluarga yang layak, namun tidak mengerti dan tahu apa yang harus dilakukan agar bisa menguasai pemasaran hasil pertanian
Menutup perjalanan siang itu, keponakanku bicara “ usaha apapun kalau masih ditujukan untuk pemenuhan kebutuhan,dapur lambat berkembang menjadi usaha yang maju dan usaha apapun kalau tidak tahu pemasaranya susah berkembang.” aduh saya tambah bingung selama ini saya, tetanggga dan petani lainya sulit untuk membaca peluang maju dibidang pertanian. Kami hanya megenal tanam, rawat petik jual dan harga nanti dulu.... biar pedagang yang menentukan. Pantas nasib petani desa kami semakin terpuruk,...... (crewbaina).

0 komentar:


Blogspot Templates by Isnaini Dot Com and Wedding Bands. Powered by Blogger